Maulana Syekh Ahmad Tijani
Oleh: Ahmad Shohibul Muttaqin
Puji
syukur kehadirat Allah ta’ala yang memberikan keistimewaan kepada para Wali, dan menjadikan para
Wali sebagai pewaris para Nabi. Salawat serta salam semoga tercurah kepada Baginda
Nabi shalallahu alaihi wa
sallam yang
telah membukakan sesuatu yang tertutup, yang menjadi penutup para Nabi dan
Rasul yang terdahulu, yang membela agama Allah ta’ala sesuai dengan petunjuk-Nya dan yang
memberi petunjuk kepada jalan agama-Nya. Semoga rahmat-Nya dilimpahkan kepada
keluarganya, sahabatnya juga kepada para pembaca yang budiman.
Ahmad Shohibul Muttaqin dalam bukunya “Tarekat Tijaniyah Perspektif Amaliah
dan Ilmiah (2017, hlm. 6)” berkata : “Dalam upaya memahami ajaran Tarekat Tijaniyah,
sebaiknya para pembaca maupun peneliti memperhatikan Alquran
dan Hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, sebab keduanya yang menjadi dasar utama
dalam ajaran tarekat
ini. Maulana Syekh Ahmad bin Muhammad At-Tijani
berkata: “Jika kalian mendengar sesuatu dariku, maka timbanglah dengan
neraca syariat, apabila sesuai lakukanlah, namun jika tidak sesuai
tinggalkanlah”.
Lanjutnya (hlm. 13), Maulana Syekh Ahmad Tijani dilahirkan pada tahun 1150
H. (1737 M.) di Ain Madhi, sebuah desa di Aljazair Afrika Utara. Beliau populer di dunia Islam melalui ajaran tarekat yang dikembangkannya yakni Tarekat
Tijaniyah.
Keistimewaan Tarekat
Tijaniyah
Dalam hal ini, Syekh Abi Ali Hasan bin Muhammad al-Kuhin al-Maghribi dalam
kitabnya Thobaqat as-Syadziliyah al-Kubro (hlm. 154), menuturkan:
“Sayyid Ahmad Tijani berkata: Semua Tarekat masuk dalam wilayah Tarekat
Syadziliyah, kecuali Tarekatku karena berdiri sendiri”. Hal ini disebabkan
karena Allah ta’ala memberinya anugrah seperti derajat Imam Syadzili (W. 656
H). Ucapan tersebut merupakan bagian dari rasa syukur beliau (tahaduts bi ni’mat).
Senada dengan hal tersebut, pakar Hadits Syekh Muhammad bin Shidiq
al-Ghumari (W. 1354 H) menceritakan dari Gurunya Waliyullah Syekh Ahmad Bouzaid
tentang derajat Sayyid Ahmad Tijani, beliau berkata: “Suatu hari, aku pernah
berada di Zawiyah Tijaniyah, setelah shalat Isya’ aku melihat Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam dengan keadaan terjaga (bukan mimpi) keluar dari
Mihrab, kemudian aku berdiri dan menyalami beliau shalallahu alaihi wa sallam,
lalu dari belakang muncul Sayyid Ahmad Tijani, aku pun menyalaminya …”, lihat
kitab Tarekat Tijaniyah Perspektif Amaliah dan Ilmiah (2017, hlm. 23).
Tarekat Tijaniyah,
Tarekat Ilmiah
Prof. Dr. Muhammad Radli Genoun al-Idrisi, pakar
manuskrip dari kota Rabat Maroko juga seorang Muqaddam Tarekat Tijaniyah menyebutkan
dalam kitabnya “al-Fahras as-Syamil” (hlm. 4) : “Ada 789 buah
kitab-kitab Tarekat Tijaniyah yang saya rangkum dalam kitab ini”. Adapun Ahmad
Shohibul Muttaqin telah diberi hadiah kitab ini (“al-Fahras as-Syamil”)
pada awal tahun 2012, artinya pada tahun 2021 ini tentunya jumlah kitab-kitab
Tarekat Tijaniyah bertambah lebih dari 789 kitab.
Masih menurut Prof. Dr. Radli Genoun, secara global,
Ulama yang paling banyak menulis buku tentang Tarekat Tijaniyah adalah Sayyidi
Syekh al-Qadli Ahmad Sukairij, kemudian Sayyidi Syekh Mahmud bin Mathmathiyah,
lalu pakar Hadits Syekh Muhammad al-Hajjuji.
Haul ke 212 Maulana
Ahmad Tijani
Maulana Syekh Ahmad Tijani wafat pada hari Kamis,
tanggal 17 Syawwal tahun
1230 H. dan dimakamkan di kota Fes Maroko, beliau wafat pada usia 80 tahun. Dengan demikian pada
tahun ini 1442 H., yang bertepatan 29 Mei 2021 adalah haul beliau ke 212.
Adapun murid-murid
beliau jarang yang memperingati haul beliau, bahkan nyaris tidak ada. Akan tetapi
khusus di Indonesia setiap tahun diadakan Idul Khotmi, yaitu hari
dilantiknya Maulana Syekh Ahmad Tijani menjadi Wali al-Khotmi oleh
Sayyidul Wujud Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pada 18 Shafar
1214 H. Untuk itulah “al-Qutb al-Maktum” menjadi gelar bagi Maulana Syekh
Ahmad Tijani.
Akhirnya, semoga
Allah ta’ala meridloinya dan murid-murid beliau radliyallahu anhu. Syekh
Ahmad Tijani, Sang guru sejati.
***